Pages

Istana Botol Dipuncak Gunung Lawu

12 March 2011




Layaknya, sebuah rumah dibangun dengan material batu-bata, semen, dan pasir. Ada juga rumah yang dibangun dengan material kayu atau anyaman bambu. Tapi itu semua pasti sudah wajar kan?. Nah, rumah yang satu ini lain.
Karena bahan material untuk membangunnya bukan dari bahan-bahan yang lazim digunakan untuk membangun rumah, rumah unik ini di bangun dari limbah, yaitu limah botol bekas air mineral dan beberapa kaleng bekas minuman yang disusun sedemikian rupa menjadi bentuk rumah. Dan rumah ini bisa dihuni, terlihat dari pintu yang terkunci rapat, dengan gembok yang sudah aus dimakan waktu.
Memang tak banyak orang yang tahu, karena letaknya yang tak bisa dijangkau dengan kendaraan umum, yaitu di ketinggian ± 3265 mdpl (meter di atas permukaan laut) atau tepatnya beberapa mdpl sebelum puncak  Gunung Lawu. Kebanyakan yang tahu keberadan Rumah Botol ini adalah penduduk sekitar lereng Gunung Lawu yang sering melakukan ziarah ke (konon) makam Pangeran Brawijaya (Raja terakhir Kerajaan Majapahit).
Secara geografis Gunung Lawu ini terletak di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur, atau tepatnya di Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah dan Kabupten Magetan Jawa Timur, atau sebelah timur Obyek Wisata Air Terjun Tawang Mangu.
Rumah botol ini sangat unik, karena meski tersusun dari berbagai macam botol air mineral berbagai merk, sampai kaleng-kaleng minuman, rumah ini masih kuat berdiri kokoh, sampai saat ini,  belum diketahui entah bagaimana caranya sang arsitektur menyusunnya hingga masih berdiri kokoh di puncak gunung lwu yang suhunya jika malam bisa mencapai 5° Celcius padahal botol-botol itu hanya ditumpuk-tumpuk tanpa bantuan lem, semen atau perekat lain, dan hanya berpondasi pada tanah.
Tidak diketahui pasti kapan rumah botol ini didirikan dan siapa yang mendirikan. Tapi banyak sumber yang mengatakan bahwa yang membangun rumah botol itu adalah para rangers (SAR Gunung) Gunung Lawu.
Jika ingin melihat pemandangan Rumah Botol ini, kita harus berjalan mendaki sampai di ketinggian sekitar ± 3250 mdpl, atau perjalanan normal  sekitar ± 6 jam. Rumah Botol ini Bisa ditempuh lewat dua jalur, pertama Jalur Pendakian Jawa Tengah atau Cemoro Kandang, yang kedua Jalur Pendakian Jawa Timur atau  Cemoro sewu.
Rumah botol bisa ditemui jika kita mengambil jalan belok kanan yang menuju Hargo Dalem, jika kita mengambil jalur lurus atau langsung menuju Puncak tertinggi Gunung Lawu atau Hargo Dumilah kita tak akan menjumpai rumah ini, karena keberadaan Rumah Botol juga tersembunyi, yaitu berada di balik punggung gunung.



Jika lewat Jalur Cemoro Sewu, jalur yang dilalui adalah berupa tangga batu, dengan pemandangan kanan kiri berupa tanaman perdu, disarankan bagi para pemula untuk menggunakan jalur ini, karena tak begitu ngetrack. Tapi bagi yang suka dengan hal-hal yang memacu adrenalin, cobalah menggunakan jalur Cemoro Kandang, jika beruntung di waktu-waktu tertentu (terutama Tahun Baru Islam) kita bisa berpapasan dengan rombongan para keluarga dan Abdi Dalem Keraton surakarta.
Tak usah takut kelaparan karena di Hargo Dalem sana banyak para pedagang berjualan, tapi tetap saja harus membawa bekal yang cukup dan dengan orang yang sudah berpengalaman, atau bawalah pemandu, karena rekreasi ini tetap saja beresiko tinggi terhadap kesehatan kita. Terutama jika kita termasuk orang yang benar-benar tak bersahabat dengan hawa dingin atau ketinggian, disarankan jangan coba-coba.
Anda penasaran? Selamat mencoba berpetualang.(sumber)
Continue Reading | komentar

Menikmati Merahnya Strobery Asal Gunung Lawu





Buah stroberi merah cerah bergelantungan menjadi pemandangan di Desa Kalisoro, Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah. Kalisoro memang sentra stroberi di daerah wisata kebanggaan Karanganyar itu. Luas penanaman total mencapai 9 ha, kebanyakan tersebar di lahan penduduk. Fragaria sp itu ditanam berdampingan dengan sayuran dataran tinggi seperti wortel, kubis, dan sawi.

Menurut Suyatno dari kelompok tani Sumber Agung, ada 3 jenis stroberi yang dbudidayakan di Tawangmangu. Jenis pertama bentuk buahnya tidak beraturan dengan biji di permukaan kulit melesak ke dalam. Jenis yang dijuluki nenes itu daunnya bergelombang, didatangkan dari Bedugul, Bali. Jenis kedua, silva, berbentuk sama tapi biji bertonjolan dengan tekstur daging buah keras dan padat. kalifornia—jenis ketiga, bentuknya paling bagus. Kalifornia membulat dan lonjong ke ujung.
Soal rasa, jangan tertipu penampilan. Nenes justru paling manis dan segar; kalifornia paling masam dan kering. Itu berbeda dengan nenes di Bedugul, yang warnanya pucat dan agak masam. Menurut Paulus Hari Susilo dari kebun wisata Kusuma Agro, Batu, iklim dan kondisi tanah Tawangmangu cocok untuk stroberi. Maklum, stroberi barang baru di Tawangmangu sehingga hara tanah masih mendukung karakternya yang rakus hara. Jadi, mau makan stroberi? Ke Tawangmangu saja.(sumber)
Continue Reading | komentar (1)

Mengenal Lebih Jauh Legenda Dan Misteri Gunung Lawu








Misteri Gunung Lawu

Gunung Lawu menyimpan misteri pada masing-masing dari tiga puncak utamanya dan menjadi tempat yang dimitoskan sebagai tempat sakral di Tanah Jawa. Harga Dalem diyakini sebagai tempat pamoksan Prabu Bhrawijaya Pamungkas, Harga Dumiling diyakini sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon, dan Harga Dumilah merupakan tempat yang penuh misteri yang sering dipergunakan sebagai ajang menjadi kemampuan olah batin dan meditasi.
Konon gunung Lawu merupakan pusat kegiatan spiritual di Tanah Jawa dan berhubungan erat dengan tradisi dan budaya Keraton Yogyakarta.
Setiap orang yang hendak pergi ke puncaknya harus memahami berbagai larangan tidak tertulis untuk tidak melakukan sesuatu, baik bersifat perbuatan maupun perkataan. Bila pantangan itu dilanggar di pelaku diyakini bakal bernasib naas.
Tempat-tempat lain yang diyakini misterius oleh penduduk setempat yakni: Sendang Inten, Sendang Drajat, Sendang Panguripan, Sumur Jalatunda, Kawah Candradimuka, Repat Kepanasan/Cakrasurya, dan Pringgodani.

Legenda Gunung Lawu
Cerita dimulai dari masa akhir kerajaan Majapahit (1400 M) pada masa pemerintahan Sinuwun Bumi Nata Bhrawijaya Ingkang Jumeneng kaping 5 (Pamungkas). Dua istrinya yang terkenal ialah Dara Petak putri dari daratan Tiongkok dan Dara Jingga. Dari Dara Petak lahir putra Raden Fatah, dari Dara Jingga lahir putra Pangeran Katong.
Raden Fatah setelah dewasa agama Islam berbeda dengan ayahandanya yang beragama Budha. Dan bersamaan dengan pudarnya Majapahit, Raden Fatah mendirikan Kerajaan di Glagah Wangi (Demak).
Melihat kondisi yang demikian itu , masygullah hati Sang Prabu. Sebagai raja yang bijak, pada suatu malam, dia pun akhirnya bermeditasi memohon petunjuk Sang Maha Kuasa. Dalam semedinya didapatkannya wangsit yang menyatakan bahwa sudah saatnya cahaya Majapahit memudar dan wahyu kedaton akan berpindah ke kerajaan Demak.
Pada malam itu pulalah Sang Prabu dengan hanya disertai pemomongnya yang setia Sabdopalon diam-diam meninggalkan keraton dan melanglang praja dan pada akhirnya naik ke Puncak Lawu. Sebelum sampai di puncak, dia bertemu dengan dua orang kepala dusun yakni Dipa Menggala dan Wangsa Menggala. Sebagai abdi dalem yang setia dua orang itu pun tak tega membiarkan tuannya begitu saja. Merekapun pergi bersama ke puncak Harga Dalem.
Saat itu Sang Prabu bertitah, "Wahai para abdiku yang setia sudah saatnya aku harus mundur, aku harus muksa dan meninggalkan dunia ramai ini. Dipa Menggala, karena kesetiaanmu kuangkat kau menjadi penguasa gunung Lawu dan membawahi semua Mahluk Gaib dengan wilayah ke Barat hingga wilayah gunung Merapi/Gunung Merbabu, ke Timur hingga gunung Wilis, ke selatan hingga Pantai selatan , dan ke utara sampai dengan pantai utara dengan gelar Sunan Gunung Lawu. Dan kepada Wangsa Menggala, kau kuangkat sebagai patihnya, dengan gelar Kyai Jalak.
Tak kuasa menahan gejolak di hatinya, Sabdopalon pun memberanikan diri berkata kepada Sang Prabu: Bila demikian adanya hamba pun juga pamit berpisah dengan Sang Prabu, hamba akan naik ke Harga Dumiling dan meninggalkan Sang Prabu di sini.
Singkat cerita Sang Prabu Brawijaya pun muksa di Harga Dalem, dan Sabdopalon moksa di Harga Dumiling. Tinggalah Sunan Lawu Sang Penguasa gunung dan Kyai Jalak yang karena kesaktian dan kesempurnaan ilmunya kemudian menjadi mahluk gaib yang hingga kini masih setia melaksanakan tugas sesuai amanat Sang Prabu Brawijaya.
Dan Obyek wisata di sekitar gunung Lawu antara lain:
  • Telaga Sarangan
  • Kawah Telaga Kuning
  • Kawah Telaga Lembung Selayur.
  • Wana wisata sekitar Gunung Lawu
  • Sekitar Desa Ngancar:
Continue Reading | komentar

Alam Hijau Gunung Lawu Dan Sang Pendaki






Gunung Lawu (3.265 m) terletak di Pulau Jawa, Indonesia, tepatnya di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur. Status gunung ini adalah gunung api "istirahat" dan telah lama tidak aktif, terlihat dari rapatnya vegetasi serta puncaknya yang tererosi. Di lerengnya terdapat kepundan kecil yang masih mengeluarkan uap air (fumarol) dan belerang (solfatara). Gunung Lawu mempunyai kawasan Hutan Dipterokarp Bukit, Hutan Dipterokarp Atas, Hutan Montane, danHutan Ericaceous.
Gunung Lawu memiliki tiga puncak, Puncak Hargo Dalem, Hargo Dumiling dan Hargo Dumilah. Yang terakhir ini adalah puncak tertinggi.
Di lereng gunung ini terdapat sejumlah tempat yang populer sebagai tujuan wisata, terutama di daerah Tawangmangu, Cemorosewu, dan Sarangan. Agak ke bawah, di sisi barat terdapat dua komplek percandian dari masa akhir Majapahit: Candi Sukuh danCandi Cetho. Di kaki gunung ini juga terletak komplek pemakaman kerabat Praja mangkunagaran: Astana Girilayu dan Astana Mangadeg. Di dekat komplek ini terletak Astana Giribangun , mausoleum untuk keluarga presiden kedua Indonesia,Suharto.
Gunung Lawu sangat populer untuk kegiatan pendakian. Setiap malam 1 Sura banyak orang berziarah dengan mendaki hingga ke puncak. Karena populernya, di puncak gunung bahkan dapat dijumpai pedagang makanan.



Pendakian standar dapat dimulai dari dua tempat (basecamp): Cemorokandang di Tawangmangu, Jawa Tengah, serta Cemorosewu, di Sarangan, Jawa Timur. Gerbang masuk keduanya terpisah hanya 200 m.
Pendakian dari Cemorosewu melalui dua sumber mata air: Sendang (kolam) Panguripan terletak antara Cemorosewu dan Pos 1 dan Sendang Drajat di antara Pos 4 dan Pos 5.
Pendakian melalui Cemorokandang akan melewati 5 selter dengan jalur yang relatif telah tertata dengan baik.
Pendakian melalui cemorosewu akan melewati 5 pos. Jalur melalui Cemorosewu lebih nge-track. Akan tetapi jika kita lewat jalur ini kita akan sampai puncak lebih cepat daripada lewat jalur Cemorokandang. Pendakian melalui Cemorosewu jalannya cukup tertata dengan baik. Jalannya terbuat dari batu-batuan yang sudah ditata.
Jalur dari pos 3 menuju pos 4 berupa tangga yang terbuat dari batu alam. Pos ke4 baru direnovasi,jadi untuk saat ini di pos4 tidak ada bangunan untuk berteduh. Biasanya kita tidak sadar telah sampai di pos 4.
Di dekat pos 4 ini kita bisa melihat telaga Sarangan dari kejahuan. Jalur dari pos 4 ke pos 5 sangat nyaman, tidak nge-track seperti jalur yang menuju pos 4. Di pos2 terdapat watu gedhe yang kami namai watu iris(karena seperti di iris).
Di dekat pintu masuk Cemorosewu terdapat suatu bangunan seperti masjid yang ternyata adalah makam.Untuk mendaki melalui Cemorosewu(bagi pemula) janganlah mendaki di siang hari karena medannya berat untuk pemula.


Continue Reading | komentar (1)

Rujak Cingur, Rujak Khas Jawa Timur





Anda Pernah mendengar atau merasakan rujak cingur..?

Rujak cingur adalah salah satu makanan tradisional yang mudah ditemukan di daerah Jawa Timur, terutama daerah asalnya Surabaya. Dalam Bahasa Jawa kata "cingur" berarti "mulut", hal ini merujuk pada bahan irisan mulut atau moncong sapi yang direbus dan dicampurkan ke dalam hidangan. Rujak cingur biasanya terdiri dari irisan beberapa jenis buah-buahan seperti Ketimun, krai (sejenis ketimun khas Jawa Timur), bengkoang , mangga muda, nanas, kedondong dan ditambah lontong, tahu, tempe, bendoyo dan cingur serta sayuran-sayuran seperti kecambah/tauge, kangkungdankacang panjang. Semua bahan tadi dicampur dengan saus atau bumbu yang terbuat dari olahan petis udang, air matang untuk sedikit mengencerkan, gula/gula merah, cabai, kacang tanah yang digoreng, bawang goreng, garam dan irisan tipis-tipis pisang biji hijau yang masih muda (pisang klutuk). Semua saus/bumbu dicampur dengan cara diuleg, itu sebabnya rujak cingur juga sering disebut rujak uleg.


Dalam penyajiannya rujak cingur dibedakan menjadi dua macam, yaitu penyajian 'biasa' dan 'matengan' (menyebut huruf e dalam kata matengan seperti menyebut huruf e dalam kata: seperti/menyebut/bendoyo). Penyajian 'biasa' atau umumnya, berupa semua bahan-bahan yang telah disebutkan diatas, sedangkan 'matengan' (matang, jawa) hanya terdiri dari bahan-bahan matang saja; lontong, tahu goreng, tempe goreng, bendoyo (krai yang digodok) dan sayur (kangkung, kacang panjang, tauge) yang telah digodok. Tanpa ada bahan 'mentah'nya yaitu buah-buahan, karena pada dasarnya ada orang yang tidak menyukai buah-buahan. Keduanya memakai saus/bumbu yang sama.
Makanan ini disebut rujak cingur karena bumbu olahan yang digunakan adalah petis udang dan irisan cingur. Hal ini yang membedakan dengan makanan rujak pada umumnya yang biasanya tanpa menggunakan bahan cingur tersebut. Rujak cingur biasa disajikan dengan tambahan kerupuk, dan dengan alas pincuk (daun pisang) atau piring.
Continue Reading | komentar

Kesehatan

More on this category »

Olahraga

More on this category »
 
Support : Home | Gaya Hidup | Tip Cinta | Kalimat Mutiara | About Me | Privacy Policy | Sitemap
Copyright © 2011. Pelangi Delapan - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website Inspired Wordpress Hack
Proudly powered by Blogger